selamat datang di dunia DREAM VS REAL

Sabtu, 05 Mei 2012

Konsep Negara Hukum dan Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan kratein atau kratos (kekuasaan), dari kata ini dapat diartikan kekuasaan Negara itu dianggap bersumber dan berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. rakyatlah penentu akhir penyelenggaraan kekuasaan dalam suatu Negara. Dizaman modern ini demokasi secara luas dianggap sebagai konsep yang diidealkan oleh semua Negara di dunia. Meskipun dalam praktik penerapannya, tergantung kepada penafsiran masing-masing Negara dan para penguasa di Negara-negara yang menyebut dirinya demokrasi.
Demokrasi mempunyai kelemahan yaitu pada demokrasi terlalu mengandalkan diri pada prinsip suara mayoritas sesuai dengan doktrin “one man one vote” dimana pihak mana yang paling banyak suaranya, ialah yang paling menentukan keputusan. Padahal, mayoritas suara belum tentu mencerminkan kebenaran dan keadilan.
Atas dasar kelemahan yang dimiliki demokrasi tersebut proses pengambilan keputusan dalam dinamika kekuasaan Negara harus diimbangi dengan prinsip keadilan, nomokrasi, atau the rule of the law. Prinsip inilah yang dinamakan prinsip Negara hukum, yang mengutamakan kedaulatan hukum, prinsip supremasi hukum (supremacy of law), atau kekuasaan tertinggi di tangan hukum. menurut Bagir Manan dalam bukunya Teori dan politik Konstitusi, untuk melaksanakan prinsip Negara berdasarkan hukum harus memenuhi syarat tegaknya tatanan kerakyatan atau demokrasi, karena Negara berdasarkan atas hukum tidak mungkin tumbuh berkembang dalam tatanan kediktatoran, merendahkan hukum dan melecehkan hukum merupakan bawaan kediktatoran, tidak ada paham kediktatoran yang menghormati hukum, yang ada dalam kediktatoran adalah kesewenang-wenangan, kalaupun ada hukum semata-mata dilakukan untuk mempertahankan kepentingan rezim kediktatoran tersebut. Dalam hal tersebut rakyat semata-mata menjadi objek hukum dan bukan subjek hukum, karena itu setiap upaya untuk mewujudkan tatanan Negara berdasarkan hukum tanpa diikuti dengan usaha mewujudkan tatanan kerakyatan atau demokrasi akan sia-sia.
Adapula apabila demokrasi juga dapat berkembang menjadi demokrasi yang berlebihan yaitu mengembangkan kebebasan tanpa keteraturan dan kepastian sehingga Negara tersebut kacau. Negara demokrasi yang seperti ini bukanlah demokrasi yang diidealkan.
Demokrasi yang yang ideal itu demokrasi yang teratur berdasarkan hukum. karena itu, antara ide demokrasi dan Negara hukum (nomokrasi) dipandang harus bersifat sejalan dan seiring, baru suatu Negara itu dapat disebut sebagai Negara demokrasi dan sekaligus sebagai Negara hukum. demokrasi dan Negara hukum tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu kualitas demokrasi suatu Negara akan menentukan kualitas hukum Negara tersebut, begitu pula sebaliknya.
Konstitusi Sebagai Bentuk Perwujudan Negara Hukum dan Demokrasi
Berbicara tentang konstitusi tidak dapat dilepaskan dari konstitusionalisme. Konstitusionalisme adalah suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi. Menurut Carl J Friedrich, konstitusionalisme merupakan gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah.
Yang menjadi dasar dari konstitusionalisme adalah kesepakatan umum atau persetujuan (consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang di idealkan berkenaan dengan Negara. Organisasi Negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau di promosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut Negara. Konsensus tersebut yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern pada umumnya, dipahami bersandar pada tiga elemen kesepakatan (consensus), yaitu :
1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama
2. Kesepakatan tentang the rule of the law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan Negara
3. Kesepakatan tentang bentuk-bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan
Kesepakatan yang pertama berkenaan dengan cita-cita bersama adalah puncak abstraksi paling mungkin mencerminkan kesamaan-kesamaan kepentingan diantara sesame warga masyarakat yang dalam kenyataannya harus hidup ditengah pluralism atau kemajemukan. Oleh karena itu suatu masyarakat untuk menjamin kebersamaan dalam kerangka kehidupan bernegara, diperlukan perumusan tentang tujuan atau cita-cita bersama. Kesepakatan kedua adalah kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum dan konstitusi, kesepakatan kedua ini juga sangat prinsipil, karena dalam setiap Negara harus ada keyakinan bersama bahwa apapun yang hendak dilakukan dalam konteks penyelenggaraan Negara haruslah didasarkan atas the rules of the game yang ditentukan bersama. Kesepakatan yang ketiga adalah berkenaan dengan bangunan organ Negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaannya,hubungan-hubungan antar organ Negara itu satu sama lain, serta hubungan antara organ Negara dengan warga Negara.
Kesepakatan-kesepakatan itulah yang dirumuskan didalam konstitusi. Kesepakatan itu menjadi pegangan hidup dalam bernegara sehingga ditempatkan di posisi yang tinggi. Karena ditempatkan diposisi yang tinggi maka konstitusi dijadikan sebagai supremacy of law. Supremacy of law merupakan salah satu unsure didalam Negara hukum. konstitusi sebagai dasar hukum yang tertinggi dibentuk atas dasar kesepakatan rakyat sehingga konstitusi haruslah mempunyai nilai-nilai demokrasi. Oleh karena suatu konstitusi yang baik harus menjamin kedaulatan hukum yang mengedepankan demokrasi.
Didalam undang-undang dasar 1945 menjelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan Negara demokrasi yang mempunyai kedaulatan ditangan rakyat sekaligus sebagai Negara dengan kedaulatan hukum. Hal ini ditegaskan didalam pasal 1 ayat (2) yang menyatakan,
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”
Ketentuan ini mencerminkan bahwa UUD 1945 menganut kedaulatan rakyat atau demokrasi berdasarkan undang-undang dasar atau “constitutional democracy”. Sedangkan pasal 1 ayat (3) menegaskan,
“Negara Indonesia adalah Negara hukum”
Inilah yang dimaksud dengan paham kedaulatan hukum yang pada pokoknya menganut prinsip supremasi hukum.
DIBAJAK
Dari pernyataan sebelumnya maka kita dapat bandingkan dengan sistem dmokrasi barat terutama demokrasi di AS. Demokrasi di AS dilandasi falsafah hidup bangsa itu, yaitu individualisme-liberalisme. Sementara falsafah hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila dan telah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara yang hingga kini tidak berubah.
Karena Pancasila berbeda secara fundamental dari individualisme-liberalisme, adalah tidak benar untuk menganggap demokrasi di AS cocok dengan pikiran dan perasaan rakyat Indonesia. Demokrasi di Indonesia baru cocok untuk bangsanya apabila didasarkan Pancasila.
Namun, celaka bagi bangsa Indonesia bahwa reformasi yang dilakukan pada tahun 1998 dipimpin orang-orang yang kurang menyadari hal itu. Akibatnya, reformasi dibajak pihak-pihak yang memperjuangkan sikap hidup individualisme-liberalisme.
Memang bangsa Indonesia memerlukan reformasi, atau lebih tepat restorasi, untuk memperbaiki kondisi bangsa yang kurang baik. Akan tetapi, karena kurang waspada, reformasi dapat ditunggangi pihak-pihak tertentu sehingga menjadi salah arah. Itulah sebabnya, masuknya individualisme-liberalisme secara deras dalam masyarakat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti terjadinya kebebasan yang kebablasan dalam berbagai aspek kehidupan.
Dampak lain adalah makin banyak masuknya paham neoliberalisme dalam kebijakan pemerintah, terutama dalam ekonomi, yang kurang memerhatikan kepentingan rakyat banyak. Bahkan, kemudian dilakukan amandemen terhadap konstitusi bangsa, UUD 1945, dan mengubahnya secara mendasar dari kondisi asalnya. Sekalipun Pembukaan UUD 1945 menguraikan Pancasila sebagai dasar negara, Batang Tubuh dipenuhi pasal-pasal yang bertentangan dengan Pembukaan.
Negara dan masyarakat dengan dasar Pancasila selalu mengusahakan harmoni antara orang per orang dan rakyat banyak. Oleh karena itu, demokrasi di Indonesia berbeda sekali dasarnya dari demokrasi liberal yang mengutamakan hak individu. Demokrasi di Indonesia mempunyai makna dan dampak politik, ekonomi, dan sosial. Sementara demokrasi liberal terutama bersifat politik dengan landasan satu orang satu suara.
Demokrasi politik di Indonesia tak hanya memerhatikan terpilihnya wakil rakyat, tetapi yang tidak kalah penting adalah keterwakilan semua golongan masyarakat dan daerah di Indonesia. Karena itu, tidak relevan sama sekali mengatakan Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga di dunia dengan membandingkan Indonesia dengan AS atau negara lain yang melaksanakan demokrasi liberal. Yang lebih penting adalah melaksanakan demokrasi di Indonesia secara baik sesuai Pancasila sebagai dasar negara.
Konstitusi harus kembali sesuai Pancasila. Untuk itu, UUD 1945 harus sepenuhnya, baik dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh, menguraikan apa yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan falsafah dan dasar negara.
Demokrasi ekonomi harus terwujud dengan kondisi kesejahteraan rakyat yang tinggi, bebas dari kemiskinan dan keterbelakangan, serta penuh peluang dan kesempatan untuk berkembang maju dalam setiap aspek kehidupan.
Demokrasi sosial harus berkembang dalam masyarakat yang hidup dengan dasar gotong royong, tergambar dalam sikap hidup harga-menghargai di antara semua orang dan golongan sekalipun beda agama, etnik, kondisi materiil, dan lainnya.
Masyarakat dan kenyataan yang demikianlah yang harus diusahakan para pemimpin di Indonesia, khususnya para pemimpin yang mengendalikan pemerintahan. Sebab, itulah yang diinginkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan atau kuasa utama di negara ini.
DAFTAR PUSTAKA
• Asshidiqie , Jimmly, Pokok Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta : PT.Bhuana Ilmu Populer,2008
• Asshidiqie , Jimmly, Konstitusi dan konstitusionalisme, Jakarta : Konstitusi Press
• Manan , Bagir, Teori dan Politik Konstitusi, Yogyakarta : FH UII Press, 2004
• Dahlan Thaib, et al, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta : Rajagrafindo Persada,2008
• Undang-Undang Dasar 1945 setelah di amandemen
• http://regafelix.wordpress.com/2011/03/31/konstitusi-dan-demokrasi